PALOPOTODAY.ID – Saat itu matahari telah menunaikan tugasnya dan rembulan menggantikannya, sedikit memberi cahaya pada malam gulita di tengah lautan. Sembari mengundi nasib pada ujung mata kail, beliau taffakur menunggu sambaran ikan.
Gelombang kecil dan dingin malam tak mampu menyurutkan niatnya mengejar sensasi strike. Entah berapa batang rokok menemani hangatnya kopi masuk ke lambungnya sebagai teman menyapa malam. Sial ! sensasi strike yang dinanti tak kunjung datang. Beliau lalu berujar “ usaha kita lakukan, Tuhan juga yang menentukan”. Kalimat singkat penuh makna, terlontar dari mulut beliau.
Kami mengenangmu sebagai orang penghobi mancing, salah satu cara menguji kesabaran. Saya menyaksikan beliau sungguh sangat sabar. Beliau sangatlah pandai mengolah emosinya. Mungkin karena latar beliau sebagai atlet nasional yang telah menempanya menjadi sosok yang sangat pandai melihat suatu kondisi. Peraih medali emas untuk cabang karate adalah secuil prestasi yang beliau torehkan semasa hidupnya.
Di dunia politik lokal Luwu Timur, orator ulung ini mampu membuat beberapa catatan emas. Menjadi anggota DPRD, hingga menjabat Ketua DPRD Luwu Timur.
Sangat disenangi oleh kawanya juga disegani lawan-lawannya. Dengan penuh canda dan sedikit nyeleneh, pada setiap diksi yang terlontar dari mulut beliau, membuat beliau punya ciri khas tersendiri.
Beberapa kalimat singkat yang menjadi identitas beliau sebut saja, tipis-tipis melon, rata-rata net, manis-manis jambu. Simaklah, kalimat -kalimat itu menjadi laris diucapkan oleh siapa saja. Jika ditelisik lebih jauh, ucapan itu adalah karakter berontak dari struktur kata yang mapan.
Beliau keluar dari kelaziman dan mampu merangkai sendiri kata yang hendak diucap. Sungguh menjadi gambaran bahwa beliau terbiasa berontak dari kemapanan. Selalu ingin keluar dari zona nyaman. Dengan cara beliau sendiri.
Di awal perhelatan pilkada, kami berkumpul membicarakan banyak hal, saya mendaulat beliau sebagai “Ketua Besar”. Kenapa? Karena kami merasa sangat nyaman berjuang bersama beliau.
Merasa terlindungi, dan mampu memberikan motivasi yang memompa semangat juang kami. Saya menjadikan beliau sebagai mentor, juga kakak yang mengayomi perjuangan kami. Menjadi sebuah kehormatan menjadi adik beliau.
Jumat siang, di mesjid Nurul Rahma di kompleks perumahan Wija Virgo tempat kami tinggal, kami bertemu terakhir kalinya. Usai menunaikan Shalat Jumat, kami berbincang sekadarnya. Beliau pamit untuk istrahat, katanya “saya duluan yah, mau istrahat saya drop ini” Kami hanya mengiyakan. Tak tahu bahwa itulah kata pamit beliau ke kami untuk selamanya.
Menjelang dini hari, setelah balik hendak istrahat, saya mendapat telepon dari kerabat beliau. Mengabarkan Beliau dilarikan ke Puskesmas Malili. Saya menjemput sahabat saya Acox Sharapova, untuk melihat keadaan beliau. Tak lama berselang kami tiba, keluarga tercinta beliau menangis, tanda duka sedang menghampiri. Kakanda Amran Syam Meninggal dunia, Innalillahi Wa inna Ilahi Rajiun. Ketua Besar, selamat jalan, saya bersaksi almarhum adalah orang yang baik. Tenanglah di sana, biarkan kami melanjutkan cita-citamu. Engkau punya banyak sahabat yang akan menunaikan cita-citamu. Hormat Saya Mahading.(*)